Minggu, 24 Juni 2012

Mencermati Kasus Gayus dan Pajak


 

          Berbicara masalah politik tentu saja tidak ada habisnya,begitupun kasus yang marak terjadi terhadap beberapa pejabat Negara sebagai tersangka pelaku Korupsi yang mencerminkan betapa masih bobroknya sistem politik di Indonesia sehingga dalam pemecahan masalahnya pun Sangat berbelit dan membutuhkan waktu yang lama dalam penyelesaian.
          Akibatnya masyarakat mempunyai pemikiran terhadap beberapa pejabat negara yang dapat dikatakan melakukan korupsi tersebut bahwa penegakan hukum di Indonesia sebagian besar masih gagal. Sebagai buktinya dari sebagian kasus yang terjadi korupsi menjadi sorotan utama yang menghancurkan sistem pemerintahan kita dan para pelaku bermain dengan cerdas didalamnya sehingga mengulurkan waktu yang lama dalam proses penyelesaiannya.
          Tetapi pada faktanya apa yang mereka perbuat tidak sesuai dengan hukuman yang diterima,maka dari itu masyarakat merasa resah dan memiliki penafsiran tidak adilnya penegak hukum tersebut.
          Salah satu dari beberapa kasus korupsi yang dilakukan pejabat itu adalah Gagus Tambunan sebagai mafia pajak. Dalam semua proses kasus ini seharunya bisa berjalan baik, apabila data-data untuk mendukung sudah lengkap dan secara prinsipnya, harus cepat dan transparan untuk kebaikan semua pihak. Maka kasus tersebut harus dibawa ke Majelis Pertimbangan Pajak. Selanjutnya, majelis inilah yang akan menentukan kebenaran dari besaran jumlah yang perlu dieksekusi oleh aparat. Pertimbangannya adalah efisiensi waktu untuk menjamin kepastian iklim berusaha di Indonesia.  Karena percepatan penyelesaian pajak erat kaitannya dengan pemasukan negara.
          Terbongkarnya mafia pajak Gayus cs sungguh merupakan potret buruk sisi perpajakan kita yang katanya sudah dibenahi melalui reformasi birokrasi. Dikatakan potret buruk, karena kasus ini mungkin sekadar puncak gunung es. Artinya, kebobrokan oknum birokrasi perpajakan kita boleh jadi jauh lebih dalam dan lebih luas daripada sekadar kasus Gayus.
          Teryata, potret buruk itu menunjukkan bahwa peningkatan gaji aparat birokrasi secara signifikan tidak otomatis menghapuskan mental dan perilaku korupsi mereka.
          Karena itu, pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian Keuangan perlu dievaluasi secara mendasar Skandal Gayus Tambunan bisa dijadikan pintu untuk mereformasi total Ditjen Pajak terkait pendapatan dan pemanfaatan hasil pajak.
          Kini saatnya Presiden bersinergi dengan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) agar secara khusus melakukan pembuktian terbalik atas kekayaan pegawai dan pejabat pajak. Pembuktianterbalik, perlu dilakukan khususnya terhadap pegawai dan pejabat pajak yang memiliki kekayaan atau bergaya hidup melebihi pengusaha dan profesional yang menjadi wajib pajak. Pembuktianterbalik perlu diterapkan, karena sudah menjadi rahasia umum bahwa program remunerasi pegawai pajak tidak mengubah mental dan perilaku korupsi.
          Budaya transaksional di Ditjen Pajak Praktik transaksional di kalangan aparat Ditjen Pajak boleh dikatakan sudah membudaya. Modus praktik transaksional itu membuat wajib pajak hanya membayar 60 persen kewajiban merekakepada negara. Sisanya yang 40 persen masuk kantong oknum petugas pajak dan diskon bagi wajib pajak. Bayangkan jika setoran wajib pajak dibayar tidak digerogoti praktik transaksional, penerimaan negara dari pajak niscaya jauh lebih besar lagi. Terlebih lagi Ditjen Pajak bisa mengeksplorasi potensi wajib hingga di atas 40 persen dari total penduduk dan wilayah.
          Para mafia pajak biasanya mulai beroperasi di level pemeriksaan dan langsung oleh oknum yang bersangkutan kepada si wajib pajak yang awam urusan perpajakan. Modusnya, membeberkantemuan yang dahsyat sehingga membuat wajib pajak panik. Biasanya mereka lalu menawarkan bantuan untuk menurunkan kewajiban pajak yang harus dibayarkan dan berfungsi sebagai penelaah keberatan. Setelah surat ketetapan membayar pajak turun, wajib pajak akan didorong untuk mengajukan keberatan. Pada saat itu, beberapa oknum akan bertindak sebagai penelaah keberatan. Dialah yang mengeluarkan keputusan keberatan itu.

Sumber : http://pajak.com/index.php?option=com_content&task=view&id=248&Itemid=48

Tidak ada komentar:

Posting Komentar