Berbicara masalah politik tentu saja
tidak ada habisnya,begitupun kasus yang marak terjadi terhadap beberapa pejabat
Negara sebagai tersangka pelaku Korupsi yang mencerminkan betapa masih
bobroknya sistem politik di Indonesia sehingga dalam pemecahan masalahnya pun
Sangat berbelit dan membutuhkan waktu yang lama dalam penyelesaian.
Akibatnya masyarakat mempunyai
pemikiran terhadap beberapa pejabat negara yang dapat dikatakan melakukan
korupsi tersebut bahwa penegakan hukum di Indonesia sebagian besar masih gagal.
Sebagai buktinya dari sebagian kasus yang terjadi korupsi menjadi sorotan utama
yang menghancurkan sistem pemerintahan kita dan para pelaku bermain dengan
cerdas didalamnya sehingga mengulurkan waktu yang lama dalam proses
penyelesaiannya.
Tetapi pada faktanya apa yang mereka
perbuat tidak sesuai dengan hukuman yang diterima,maka dari itu masyarakat
merasa resah dan memiliki penafsiran tidak adilnya penegak hukum tersebut.
Salah satu dari beberapa kasus korupsi
yang dilakukan pejabat itu adalah Gagus Tambunan sebagai mafia pajak. Dalam
semua proses kasus ini seharunya bisa berjalan baik, apabila data-data untuk
mendukung sudah lengkap dan secara prinsipnya, harus cepat dan transparan untuk
kebaikan semua pihak. Maka kasus tersebut harus dibawa ke
Majelis Pertimbangan Pajak. Selanjutnya, majelis inilah yang akan menentukan
kebenaran dari besaran jumlah yang perlu dieksekusi oleh aparat.
Pertimbangannya adalah efisiensi waktu untuk menjamin kepastian iklim berusaha
di Indonesia. Karena percepatan
penyelesaian pajak erat kaitannya dengan pemasukan negara.
Terbongkarnya mafia pajak Gayus cs sungguh merupakan potret buruk sisi
perpajakan kita yang katanya sudah dibenahi melalui reformasi birokrasi. Dikatakan potret buruk, karena kasus ini mungkin sekadar puncak gunung es.
Artinya, kebobrokan oknum birokrasi perpajakan kita boleh jadi jauh lebih
dalam dan lebih luas daripada sekadar kasus Gayus.
Teryata, potret buruk itu menunjukkan
bahwa peningkatan gaji aparat birokrasi secara signifikan tidak otomatis
menghapuskan mental dan perilaku korupsi mereka.
Karena itu, pelaksanaan reformasi
birokrasi di lingkungan Kementerian Keuangan perlu dievaluasi secara mendasar
Skandal Gayus Tambunan bisa dijadikan pintu untuk mereformasi total Ditjen
Pajak terkait pendapatan dan pemanfaatan hasil pajak.
Kini saatnya Presiden bersinergi
dengan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) agar secara khusus melakukan
pembuktian terbalik atas kekayaan pegawai dan pejabat pajak. Pembuktianterbalik,
perlu dilakukan khususnya terhadap pegawai dan pejabat pajak yang memiliki
kekayaan atau bergaya hidup melebihi pengusaha dan profesional yang menjadi
wajib pajak. Pembuktianterbalik perlu diterapkan, karena sudah menjadi rahasia
umum bahwa program remunerasi pegawai pajak tidak mengubah mental dan
perilaku korupsi.
Budaya transaksional di Ditjen
Pajak Praktik transaksional di kalangan aparat Ditjen Pajak boleh
dikatakan sudah membudaya. Modus praktik transaksional itu membuat wajib
pajak hanya membayar 60 persen kewajiban merekakepada negara. Sisanya yang 40
persen masuk kantong oknum petugas pajak dan diskon bagi wajib pajak. Bayangkan
jika setoran wajib pajak dibayar tidak digerogoti praktik
transaksional, penerimaan negara dari pajak niscaya jauh lebih besar lagi.
Terlebih lagi Ditjen Pajak bisa mengeksplorasi potensi wajib hingga di atas 40
persen dari total penduduk dan wilayah.
Para mafia pajak biasanya mulai
beroperasi di level pemeriksaan dan langsung oleh oknum yang bersangkutan
kepada si wajib pajak yang awam urusan perpajakan. Modusnya, membeberkantemuan
yang dahsyat sehingga membuat wajib pajak panik. Biasanya mereka lalu
menawarkan bantuan untuk menurunkan kewajiban pajak yang harus dibayarkan
dan berfungsi sebagai penelaah keberatan. Setelah surat ketetapan membayar
pajak turun, wajib pajak akan didorong untuk mengajukan keberatan. Pada saat
itu, beberapa oknum akan bertindak sebagai penelaah keberatan. Dialah yang
mengeluarkan keputusan keberatan itu.
Sumber : http://pajak.com/index.php?option=com_content&task=view&id=248&Itemid=48
Tidak ada komentar:
Posting Komentar