Minggu, 24 Juni 2012

Krisis Keuangan global


          Instrumen di pasar keuangan saat ini telah menjadi super canggih, dengan perhitungan yang super rumit, melalui konstruksi hukum yang super kompleks, sehingga akhirnya dihasilkan produk keuangan yang menguntungkan.
          Industri keuangan dikuasai oleh fund manager yang biasanya lulusan sekolah keuangan ternama, bahkan banyak yang berlatar belakang doktor tidak hanya di bidang ekonomi tetapi juga matematika, dan juga oleh lawyer-lawyer terbaik yang dihasilkan oleh sekolah hukum.

Mortgage Backed Securities (MBS)
       Mengingat krisis global dipicu dari kejadian di luar sana, Amerika Serikat, tidak banyak yang mengetahui secara menyeluruh asal-muasalnya, namun setiap orang pasti pernah mendengar istilah ini: subprime mortgage. Subprime Mortgage sebenarnya tidak lain adalah kredit perumahan yang diberikan kepada mereka yang sebenarnya tidak layak diberikan pinjaman, sebut saja masyarakat menengah ke bawah, namun sangat membutuhkan pembiayaan untuk memiliki perumahan.
 Meskipun demikian, bukan subprime mortgage itu sendiri yang menyebabkan krisis keuangan, melainkan produk derivatifnya yang sebenarnya merupakan efek (sekuritas) beragun subprime mortgage itu sebagai jaminan atas perumahan (supaya sederhana, sebut saja hipotek).
          Bank menjual piutang-piutangnya kepada lembaga keuangan yang disponsori pemerintah, Fannie Mae dan Freddie Mac, dan mereka lah yang kemudian mensekuritisasi piutang-piutang bank menjadi MBS, dan kemudian diperjual-belikan di pasar modal. Keuntungannya, pemegang MBS akan mendapatkan keuntungan dari setiap pembayaran cicilan dari para pemilik rumah, sementara Fannie Mae dan Freddie Mac dapat menggunakan dana hasil emisi MBS untuk kegiatan lainnya (tidak jarang untuk jaminan berutang lagi).
Dalam keadaan ekonomi yang bullish (naik), semua pihak senang karena masing-masing mendapat keuntungan dari hasil cicilan rumah itu. Namun efek dominonya, ketika suku bunga bank naik dan ternyata pemilik rumah tidak mampu membayar cicilan dan utang (alias wanprestasi). Jadi, ketika krisis subprime menguak, hancurlah lembaga-lembaga keuangan ini.

Permasalahan itu bernama Credit Default Swap (CDS)

          Satu lagi virus yang menjadi penyakit krisis keuangan global bernama Credit Default Swap (CDS). CDS merupakan perjanjian yang dibuat antara “pembeli perlindungan” (protection buyer) dan “penjual perlindungan” (protection seller) yang menjamin suatu obligasi (surat utang) atau pinjaman tertentu (obyek yang dijaminkan ini dikenal dengan istilah referenced entity) apabila obligasi atau pinjaman tersebut mengalami gagal bayar/wanprestasi/default.
          Dalam CDS, pembeli perlindungan harus membayar sejumlah uang tertentu untuk membeli kontrak tersebut, dan setiap tahunnya harus membayar premi tertentu kepada penjual perlindungan untuk melindungi kerugian yang mungkin timbul dari obligasi atau pinjaman yang menjadi referensi (dasar) selama waktu tertentu, biasanya 5 (lima) tahun.
          Adapun pihak-pihak yang menggunakan CDS sebagai sarana spekulasi dan bukan sebagai sarana lindung nilai. Mereka adalah pihak-pihak yang membeli CDS tanpa ada hubungan dengan referenced entity, jadi pembelian tersebut bukan dalam rangka lindung nilai. Mereka adalah pihak-pihak yang hendak bertaruh apakah suatu efek akan gagal bayar atau tidak. Sialnya, lagi-lagi perusahaan investasi besar macam Lehman Brothers merupakan penjual perlindungan yang sangat besar di AS, sehingga kedudukannya semakin terpuruk dalam krisis global ini (pailitlah ia!).
          Dalam ekonomi yang sedang naik, penerbitan CDS merupakan prospek yang menguntungkan karena si penjual perlindungan bisa mendapatkan uang tanpa modal apapun (kecuali membayar konsultan keuangan dan lawyer). Mengingat tidak ada regulasi apapun, dengan hanya bermodal nama besar dan kepercayaan nasabah, suatu lembaga keuangan dapat membuat perjanjian CDS dengan bank komersial atau bank investasi untuk menjamin utang-utang di bank-bank tersebut.
          Perdagangan MBS atau CDS yang begitu pesat menunjukkan semua orang ingin ikut mengambil kue keuntungan, meski akhirnya semua menjadi buntung. Sedemikian canggihnya perhitungan itu dibuat, atau konstruksi hukum itu disusun, apabila “barangnya” hanya rekayasa finansial belaka, bobroknya akan terlihat juga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar