Isu-isu
kehutanan relevan untuk diperbicangkan dalam konteks perdagangan internasional
karena beberapa alasan. Pertama, permintaan terhadap produk-produk kehutanan
selalu meningkat. Meskipun demikian, perdagangan atas produk kehutanan tidak
banyak yang diperdagangkan dalam pasar global dan hanya terfokus pada konteks
regional sehingga diperlukan perluasan pasar. Kedua, produksi kehutanan yang
berasal dari hutan tropis hanya memiliki porsi kecil dalam pasar global.
Ketiga, negara berkembang hanya mendapat porsi kecil dalam pasar global. Negara
berkembang ini hanya didominasi oleh Indonesia,
Malaysia,
dan Republik Rakyat Cina (RRC).
Beberapa isu yang menjadi perhatian
dalam perdagangan internasional dalam kaitannya dengan produk kehutanan antara
lain sebagai berikut.
Pertama, menyangkut tarif. Secara
umum, tarif untuk produk kehutanan khususnya di negara maju sebenarnya tidak
tinggi, yaitu sekitar 5 persen. Penurunan tarif difokuskan untuk beberapa pasar
lain yang memberikan tarif sekitar 10-15 persen, terutama untuk produk seperti
plywood.
Kedua, menyangkut hambatan non-tarif
atau Non-Tariff-Measures (NTMs). Beberapa NTMs yang dapat mempengaruhi
perdagangan internasional atas hasil hutan antara lain:
- Quantitive Restrictions, biasanya dengan penerapan kuota atas produk kehutanan. European Union, misalnya, menerapkan kuota untuk fibre-building boards, builders' woodwork dan beberapa produk furnitur.
- Phytosanitary and technical regulations and standards. Standard dan pengaturan phytosanitary (kesehatan tanaman) biasanya diberlakukan atas dasar pertimbangan lingkungan hidup. Beberapa pengaturan yang mempengaruhi produk kehutanan antara lain: larangan panel kayu untuk menggunakan formaldehyde glues, yaitu gula yang dapat membahayakan kesehatan manusia; atau larangan untuk beberapa metode pengawetan kayu yang tidak ramah lingkungan hidup.
- Export Restrictions, termasuk diantaranya pajak ekspor, larangan ekspor, dan pengaturan lainnya. Hambatan ekspor ini biasanya berlaku untuk produk seperti logs, sawnwood dan plywood. Hambatan eskpor biasanya diterapkan untuk menambah pemasukan negara dan melindungi industri dalam negeri.
Selain
isu diatas, terdapat beberapa permasalahan yang perlu didiskusikan lebih jauh,
yaitu mengenai trade impediments (hambatan perdagangan). Trade impediments
adalah hambatan-hambatan yang legal berdasarkan ketentuan GATT-WTO, namun
memiliki implikasi yang besar terhadap perdagangan produk kehutanan.
Trade
impediments biasanya berdasarkan atas motif perlindungan lingkungan hidup, dan
tidak sedikit yang merupakan langkah sukarela sehingga tidak terkait dengan
kebijakan negara. Beberapa contoh dapat diberikan sebagai berikut:
a. Hambatan yang berkaitan dengan
pengelolaan hutan berkelanjutan.
Negara dapat menetapkan kebijakan atas
dasar perlindungan ekosistem hutan yang dapat menghambat perdagangan. Contoh
yang diberikan antara lain metode pengangkutan, pengolahan, dan konsumsi produk
kehutanan, energi yang digunakan dalam proses pengolahan, serta masalah
pengelolaan polusi dan pembuangan limbah produksi.
b. Larangan yang dikeluarkan oleh
pemerintahan daerah (local governments). Kebijakan pemerintah daerah/negara
bagian dapat mempengaruhi perdagangan produk kehutanan, sebagaimana yang
terjadi di Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Australia.
c. Sertifikasi produk kehutanan banyak
menuai isu, baik dalam kaitannya dengan perdagangan internasional atau dengan
pembangunan berkelanjutan. Dengan sertifikasi produk kehutanan, setiap produk
memiliki status yang menentukan negara asal produk tersebut. Tujuannya, pembeli
hanya akan membeli produk yang memiliki sertifikat tersebut dan produk
kehutanan yang tidak memiliki sertifikat patut dicurigai sebagai hasil
aktivitas illegal logging.
d. Hambatan dalam Convention on
International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna (CITES)
adalah perjanjian internasional yang mengandung pengaturan yang dapat
menghambat aktivitas perdagangan internasional. Spesies langka ini
dikategorikan menjadi tiga sebagaimana tercantum dalam tiga lampiran CITES,
yaitu: Appendix I tentang essentially prohibits commercial trade, yaitu spesies
yang secara mutlak tidak dapat diperdagangkan; Appendix II yang mensyaratkan
pemberian ijin ekspor untuk perdagangan beberapa spesies langka; dan Appendix
III yang juga mensyaratkan pemberian ijin ekspor dan sertifikat negara asal
spesies (certificate of origin) untuk spesies-spesies tertentu.
Berbagai
permasalahan ini merupakan salah satu bukti sulitnya upaya harmonisasi antara
perdagangan internasional dengan perlindungan lingkungan hidup.
Sumber : M. Ajisatria Suleiman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar