Industri gula merupakan salah satu industri perkebunan tertua dan
terpenting yang ada di Indonesia.
Sejarah menunjukkan bahwa Indonesia pernah menjadi negara eksporter terbesar di
dunia pada tahun 1930-han.
Pada
dekade terakhir, khususnya periode periode 1994-2004, industri gula Indonesia
menghadapi berbagai masalah yang signifikan. Salah satu indikator masalah industri
gula Indonesia adalah kecenderungan volume impor yang terus meningkat dan kini
Indonesia merupakan salah satu importir terbesar ke empat (4) di dunia. Jika kecendrungan ini tidak dapat dicegah,
keberadaan industri gula sebagai salah satu industri strategis di Indonesia,
akan dalam tekanan. Di samping disebabkan oleh distorsi di pasar internasional,
kebijakan pemerintah Indonesia dinilai mempunyai konstribusi terhadap kondisi
tersebut. Peningkatan impor bersumber dari faktor utama yaitu penurunan produksi
dan peningkatan konsumsi yang keduanya juga berkaitan dengan kebijakan
pergulaan domestik dan kebijakan
pergulaan di pasar internasional.
Penurunan Produksi
Penurunan produksi secara garis
besar disebasbkan oleh tiga faktor utama yaitu:
- Penurunan areal dan peningkatan proporsi areal tebu tegalan;
- Penurunan produktivitas lahan;
- Penurunan efisiensi di tingkat pabrik.
Di
samping itu, areal tebu sawah cenderung menurun dan areal tebu tegalan cendrung
meningkat. Bias kebijakan pemerintah ke usahatani padi, harga gula yang terus menurun
karena distrosi kebijakan gula di pasar internasional, serta konversi lahan
untuk industri perumahan dan industri (23.000 ha/tahun) merupakan beberapa
faktor penyebab penurunan areal tebu. Kebijakan pemerintah yang bias ke
usahatani padi, pencabutan subsidi pupuk, dan sering terjadi kesulitan dalam
mengimplementasikan jaminan harga (harga provenue) juga berdampak
negatif terhadap produktivitas tebu
Sebagai
suatu komoditi yang strategis, pemerintah telah menerapkan berbagai kebijakan
yang memiliki efek langsung ataupun tidak langsung terhadap pasang-surut terhadap
industri gula nasional. Kebijakan tersebut pada gilirannya mempengaruhi kinerja
impor gula nasional dan dimensi yang
cukup luas, dari kebijakan input dan produksi, distribusi, dan kebijakan harga.
Periode
regim stabilisasi ditandai oleh berbagai kebijakan pemerintah untuk mendorong
produksi dalam negeri, stabilitas persediaan dan harga di pasar domestik. Pada
periode ini, kebijakan yang diterapkan pemerintah sangat intensif baik pada
sisi produksi, distribusi, dan harga.
Kebijakan
selanjutnya yang dikeluarkan pemerintah pada periode ini adalah Kepmenkeu No.
342/KMK.011/1987 mengenai harga gula. Instrumen utama kebijakan tersebut adalah
harga provenue dan harga jual yang dikelola oleh BULOG. Kebijakan ini mempunyai
tujuan untuk stabilisasi harga gula di pasar domestik, peningkatan penghasilan
penerimaan pemerintah, harga gula yang terjangkau masyarakat, serta menjamin
pendapatan petani tebu dan pabrik gula (Sudana et al., 2000).
Kebijakan
ini bersifat multi tujuan, bahkan antar tujuan ada yang bersifat berlawanan (conflicting)
seperti peningkatan pendapatan petani versus harga yang terjangkau,
serta peningkatan penerimaan pemerintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar