Minggu, 24 Juni 2012

Analisis Kebijakan Impor Gula di Indonesia



          Industri gula merupakan salah satu industri perkebunan tertua dan
terpenting yang ada di Indonesia. Sejarah menunjukkan bahwa Indonesia pernah menjadi negara eksporter terbesar di dunia pada tahun 1930-han.
          Pada dekade terakhir, khususnya periode periode 1994-2004, industri gula Indonesia menghadapi berbagai masalah yang signifikan. Salah satu indikator masalah industri gula Indonesia adalah kecenderungan volume impor yang terus meningkat dan kini Indonesia merupakan salah satu importir terbesar ke empat (4) di dunia.  Jika kecendrungan ini tidak dapat dicegah, keberadaan industri gula sebagai salah satu industri strategis di Indonesia, akan dalam tekanan. Di samping disebabkan oleh distorsi di pasar internasional, kebijakan pemerintah Indonesia dinilai mempunyai konstribusi terhadap kondisi tersebut. Peningkatan impor bersumber dari faktor utama yaitu penurunan produksi dan peningkatan konsumsi yang keduanya juga berkaitan dengan kebijakan
pergulaan domestik dan kebijakan pergulaan di pasar internasional.
Penurunan Produksi
Penurunan produksi secara garis besar disebasbkan oleh tiga faktor utama yaitu:
  • Penurunan areal dan peningkatan proporsi areal tebu tegalan;
  • Penurunan produktivitas lahan;
  • Penurunan efisiensi di tingkat pabrik.

          Di samping itu, areal tebu sawah cenderung menurun dan areal tebu tegalan cendrung meningkat. Bias kebijakan pemerintah ke usahatani padi, harga gula yang terus menurun karena distrosi kebijakan gula di pasar internasional, serta konversi lahan untuk industri perumahan dan industri (23.000 ha/tahun) merupakan beberapa faktor penyebab penurunan areal tebu. Kebijakan pemerintah yang bias ke usahatani padi, pencabutan subsidi pupuk, dan sering terjadi kesulitan dalam mengimplementasikan jaminan harga (harga provenue) juga berdampak negatif terhadap produktivitas tebu
          Sebagai suatu komoditi yang strategis, pemerintah telah menerapkan berbagai kebijakan yang memiliki efek langsung ataupun tidak langsung terhadap pasang-surut terhadap industri gula nasional. Kebijakan tersebut pada gilirannya mempengaruhi kinerja impor gula nasional dan  dimensi yang cukup luas, dari kebijakan input dan produksi, distribusi, dan kebijakan harga.
          Periode regim stabilisasi ditandai oleh berbagai kebijakan pemerintah untuk mendorong produksi dalam negeri, stabilitas persediaan dan harga di pasar domestik. Pada periode ini, kebijakan yang diterapkan pemerintah sangat intensif baik pada sisi produksi, distribusi, dan harga.

          Kebijakan selanjutnya yang dikeluarkan pemerintah pada periode ini adalah Kepmenkeu No. 342/KMK.011/1987 mengenai harga gula. Instrumen utama kebijakan tersebut adalah harga provenue dan harga jual yang dikelola oleh BULOG. Kebijakan ini mempunyai tujuan untuk stabilisasi harga gula di pasar domestik, peningkatan penghasilan penerimaan pemerintah, harga gula yang terjangkau masyarakat, serta menjamin pendapatan petani tebu dan pabrik gula (Sudana et al., 2000).
          Kebijakan ini bersifat multi tujuan, bahkan antar tujuan ada yang bersifat berlawanan (conflicting) seperti peningkatan pendapatan petani versus harga yang terjangkau, serta peningkatan penerimaan pemerintah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar