BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Dalam pendekatanan
manajerial, aktivitas pengelolaan keuangan perusahaan terkategori ke dalam tiga
aspek, yaitu aspek pendanaan, aspek investasi, dan aspek operasional. Aspek
pendanaan (financing) meliputi pengelolaan sumbersumber dana dan
upaya-upaya perusahaan untuk mendapatkan dana yang berasal dari sumbersumber
dana tersebut.
Perusahaan dapat
memperoleh dana dari sumber modal sendiri melalui penerbitan saham atau
penahanan sebagian keuntungan perusahaan dalam bentuk laba ditahan (retained
earning) sebagai alternatif sumber dana internal. Perusahaan dapat pula
mencari dana yang berasal dari sumber modal asing melalui permohonan kredit
kepada bank, menerbitkan obligasi, atau meminjam kepada kreditor lainnya.
Sebagaikonsekuensinya,perusahaan
terkena kewajiban membayar kompensasi kepada pada para penyedia dana dalam
bentuk return. Return yang diberikan oleh perusahaan kepada para
pemegang saham berupa dividend atau pembagian keuntungan perusahaan dan
berupa capital gain atau pertumbuhan positif harga saham yang merefleksi
nilai perusahaan.
Adapun kepada para
kreditur dan pemegang obligasi, perusahaan berkewajiban membayar kompensasi
dalam bentuk bunga atau kupon obligasi pada tingkat persentase tertentu atas
total pinjaman sesuai dengan kesepakatan antara perusahaan dan pihak kreditur.
Besarnya proporsi modal asing atas total modal perusahaan disebut sebagai
tingkat leverage factor.
1.2 Rumusan Masalah
- Definisi Financial Leverage dan Operasional Leverage
- Pengertian Analisa Break Even Point
- Degree of Operating Leverage
- Degree of Financial Leverage
- Degree of Total Leverage
- Penggunaan analisis Break Even Point
- Penentuan Degree of Operating Leverage, Degree of Financial Leverage, Degree of Total Leverage
1.3 Tujuan penulisan
- Memenuhi salah satu tugas mata kuliah Manajemen Keuangan 2
- Memberikan Informasi kepada pembaca mengenai Analisis Leverage dan Break Even Point
- Mengetahui cara perhitungan tentang Financial Leverage, Operasional Leverage dan Break Even Point
- Memahami penentuan Degree of Operating Leverage, Degree of Financial Leverage, Degree of Total Leverage dan penggunaan Break Even Point
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Financial Leverage dan Operasional
Leverage
Leverage
menunjuk pada hutang yang dimiliki perusahaan. Dalam arti harafiah, leverage
berarti pengungkit/tuas. Sumber dana perusahaan dapat dibedakan menjadi dua
yaitu sumber dana intern dan sumber dana ekstern. Sumber dana intern berasal
dari laba yang ditahan, pemilik perusahaan yang tercermin pada lembar saham
atau prosentasi kepemilikan yang tertuang dalam neraca. Sementara sumber dana
ekstern merupakan sumber dana perusahaan yang berasal dari luar perusahaan,
misalnya hutang. Kedua sumber dana ini tertuang dalam neraca pada sisi
kewajiban.
Leverage juga dapat diartikan sebagai penggunaan aktiva
atau dana dimana untuk penggunaan tersebut perusahaan harus menutup biaya tetap
atau membayar beban tetap. Kalau pada “operating
leverage” penggunaan aktiva dengan biaya tetap adalah dengan harapan bahwa
revenue yang dihasilkan oleh penggunaan aktiva itu akan cukup untuk menutup
biaya tetap dan biaya variabel, maka pada “financial
leverage” penggunaan dana dengan beban tetap itu adalah dengan harapan
untuk memperbesar pendapatan per lebar saham biasa. (EPS = Earning Per Share).
Masalah financial
leverage baru timbul setelah perusahaan meggunakan dana dengan beban tetap,
seperti halnya masalah operating leverage
baru timbul setelah perusahaan dalam operasinya mempunyai biaya tetap.
Perusahaan yang menggunakan dana dengan beban tetap dikatakan menghasilkan leverage yang menguntungkan (favorable financial leverage) atau efek
yang positif kalau pendapatan yang diterima dari penggunaan dana tersebut lebih
besar daripada beban tetap dari penggunaan dana itu. Kalau perusahaan dalam
menggunakan dana dengan beban tetap itu menghasilkan efek yang menguntungkan
dana bagi pemegang saham biasa (pemilik modal sendiri) yaitu dalam bentuknya
memperbesar EPS-nya, dikatakan perusahaan itu menjalankan “trading on the eqity”
Dengan demikian “trading
on the equity” dapat didefinisikan sebagai penggunaan dana yang disertai
dengan beban tetap dimana dalam penggunaannya dapat menghasilkan pendapatan
yang lebih besar daripada beban tetap tersebut. Financial leverage itu merugikan (unfavorable leverage) kalau perusahaan tidak dapat memperoleh
pendapatan dari penggunaan dana tersebut sebanyak beban tetap yang harus
dibayar. Salah satu tujuan dalam pemilihan berbagai alternative metode
pembelanjaan adalah untuk memperbesar pendapatan bagi pemilik modal sendiri
atau pemegang saham biasa.
Kebutuhan dana suatu perusahaan dapat sepenuhnya dipenuhi
dengan saham biasa, atau sebagian dengan saham biasa dan sebagian lain dengan
saham preferen atau obligasi, dimana dua sumber dana yang terakhir adalah
disertai dengan beban tetap (dividen saham preferen dan bunga).
Untuk menentukan “income
effect” dari berbagai pembayaran (mix)
atau berbagai alternafif metode pembelanjaan terhadap pendapatan pemegang saham
biasa (pemilik modal sendiri) perlulah diketahui tingkat EBIT (Earning Before Interest & Tax) yang
dapat menghasilkan EPS (Earning Per
Share) yang sama besarnya antara berbagai pertimbangan atau alternative
pemenuhan dana tersebut.
Tingkat EBIT yang dapat menghasilkan EPS yang sama
besarnya pada berbagai perimbangan pembelanjaan (financing mix) dinamakan “Indifference
Point” atau “Break-event point”
(dalam financial leverage).
2.2 Pengertian Analisa Break Even Point
Banyak perencanaan kegiatan dalam perusahaan yang
didasarkan atas perkiraan tingkat output. Pemahaman hubungan antara skala
perusahaan, biaya operasi dan EBIT pada berbagai tingkat output disebut
analisis volume biaya laba atau cost profit volume analisis yang sering disebut
juga dengan break event analysis atau analisis break event. Suatu perusahaan
mencapai kondisi keuangan yang break even ketika hasil penjualannya sama dengan
biaya operasinya.
2.3 Analisis
Leverage Operasi dan Leverage Keuangan
Konsep operating dan
financial Leverage sangat bermanfaat untuk analisis, perencanaan dan pengendalian
keuangan. Dalam manajemen keuangan, Leverage adalah penggunaan assets dan
sumber dana (sources of founds) oleh
perusahaan yang memiliki biaya tetap (beban tetap) dengan maksud agar
meningkatkan keuntungan potensial pemegang saham. Jika semua biaya bersifat
variabel, maka akan memberikan kepastian bagi perusahaan dalam menghasilkan
laba. Tapi karena sebagai biaya perusahaan bersifat biaya tetap, maka untuk
menghasilkan laba diperlukan tingkat penjualan minimum tertentu.
Biaya tetap adalah
biaya yang tidak terkait dengan operasi perusahaan, sehingga tidak ada
kaitannya dengan penjualan perusahaan. Karena biaya tetap tidak terkait dengan
penjulan perusahaan, maka biaya ini menjadi risiko yang hasus ditanggung oleh
perusahaan. Biaya tetap perusahaan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Biaya tetap
operasi
Adalah biaya tetap dari aktivitas operasional
perusahaan. Risiko yang ditimbulkan dari biaya ini disebut risiko operasional.
Biaya ini seperti biaya sewa gudang, biaya tenaga kerja bagian administrasi, dan
lain-lain.
2. Biaya tetap
keuangan
Adalah biaya tetap karena perusahaan menggunakan
hutang sebagai sumber pendanaan perusahaan. Risiko yang ditimbulkan dari biaya
ini disebut risiko keuangan. Biaya ini berupa biaya bunga.
3. Biaya tetap
total
Adalah penjumlahan dari biaya tetap operasi dan
keuangan. Risiko yang ditimblkan dari biaya ini disebut risiko bisnis atau
perusahaan.
Perusahaan menggunakan
operating dan financial leverage dengan tujuan agar keuntungan yang diperoleh
lebih besar daripada biaya assets dan sumber dananya, dengan demikian akan
meningkatkan keuangan pemegang saham. Sebaliknya leverage juga menigkatkan
variabilitas (risko) keuntungan, karena jika perusahaan ternyata mendapatkan
keuntungan yang lebih rendah dari biaya tetapnya maka penggunaan leverage akan
menurunkan keuntungan pemegang saham.
LEVERAGE DAN LAPORAN RUGI LABA
PT ASDB
Laporan Rugi
Laba
1 Januari – 31
Desember 1989
( dalam Rp
000,- )
A.
BIAYA TETAP DAN VARIABEL
Biaya variable adalah
biaya yang dalam jangka pendek berubah karena perubahan operasi persuahaan.
Biaya variable tersebut meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung
dan biaya pemasaran langsung.
Biaya tetap adalah
biaya yang dalam jangka pendek tidak berubah karena variabilitas operasi (tingkat
output yang dihasilkan) maupun penjualan. Biaya-biaya tersebut meliputi
depresiasi bangunan kantor dan pabrik, kendaraan, peralatan kantor, asuransi
kecelakaan, kesehatan dan gaji manajer.
Biaya semivariabel
adalah biaya yang menigkat secara bertahap dengan kenaikan output. Contohnya
adalah gaji manajer
Biaya va
VC
FC
AFC
Output Output
(a) Variabel (b) Tetap
Biaya
SVC
Output
( c ) Semivariabel
Dengan adanya biaya
tetap pada struktur biaya perusahaan, maka untuk mencapai tingkat keuntungan
tertentu, perusahaan harus mampu menghasilkan penjualan inimum tertentu. Jika
sebua biaya perusahaan bersifat variable, maka tidak ada risiko bagi
perusahaan. Biaya tetap itu dapat diklasivikasikan menjadi:
1.
Biaya tetap operasi
2.
Biaya tetap keuangan
3.
Biaya tetap total
Biaya tetap operasi
menimbulkan risiko operasi bagi perusahaan. Biaya ini timbul dari kegiatan
operasi keuangan. Biaya tetap keuangan menimbulkan risiko keuangan. Biaya ini
timbul karena penggunaan hutang sebagai sumber dana perusahaan. Biata tetap
total adalah penjumlahan dari biaya tetap operasi dengan biaya tetap keuangan.
Seluruh biaya tetap itu
menimbulkan risiko bagi perusahaan. Risiko yang ditimbulkan oleh biaya tetap
operasi disebut risiko operasi. Tingkat risiko tersebut secara kuantitaif dapat
diukur dengan leverage operasi. Risiko yang ditimbulkan dari biaya tetap
keuangan disebut risiko keuangan. Tingkat risiko tersebut secara kuantitatif
dapat diukur dengan leverage keuangan. Secara keseluruhan risiko operasi dan
risiko keuangan disebut risiko bisnis atau risiko perusahaan. Tingkat risiko
tersebut secara kuantitatif dapat diukur dengan leverage total.
2.4 Operating
Leverage
Apabila perusahaan
memiliki biaya operasi tetap atau biaya modal tetap, maka dikatakan perusahaan
menggunakan leverage. Dengan menggunakan operating leverage, perusahaan
mengharapkan bahwa perubahan penjualan akan mengakibatkan perubahan laba
sebelum bunga dan pajak yang lebih besar. Multiplier effect hasil penggunaan
biaya operasi tetap terhadap laba sebelum bunga dan pajak disebut dengan degree
of operating leverage atau disingkat menjadi DOL.
Sementara itu
perusahaan yang menggunakan sumber dana dengan beban tetap dikatakan bahwa
perusahaan mempunyai financial leverage. Penggunaan financial leverage ini
dengan harapan agar terjadi perubahan laba per lembar saham (EPS) yang lebih
besar daripada perubahan laba sebelum bungan dan pajak (EBIT). Multiplier
effect yang dihasilkan karena penggunaan dana denga biaya tetap ini disebut
dengan degree of financial leverage
(DFL).
|
Atau
∆
EBIT
EBIT
DOL pada X =
∆
Penjualan
Penjualan
Atau:
(P-V) Q
DOL =
(P-V) Q - F
Setelah menghitung
nilai DOL, selanjutnya menganalisis hasil dari perhitungan DOL. DOL dapat
diartikan, jika volume penjualan berubah (naik/turun) sebesar m%, maka EBIT
akan berubah searan sebesar m% x DOL. Jadi DOL menunjukkan tingkat sensitivitas
volume penjualan terhadap laba operasinya.
2.5 Financial Leverage
Financial leverage
adalah penggunaan sumber dana yang memiliki beban tetap dengan harapan bahwa
akan memberikan tambahan keuntungan yang lebih besar daripada beban tetapnya
sehingga akan meningkat keuntungan yang tersedia bagi pemegang saham. Financial
leverage dengan demikian menunjukan perubahan lab per lembar saham (earning per
share atau EPS) sebagai akibat perubahan EBIT.
% Perubahan EPS
DFL pada X =
% Perubahan EBIT
Yang dapat diformulasikan menjadi :
∆
EPS
EPS
DFL pada X =
∆
EBIT
EBIT
Atau:
(P-V) Q - F
DFL =
(P-V) Q – F – I
Setelah menghitung nilai DFL, selanjutnya menganalisis
hasil dari perhitungan DFL. DFL dapat diartikan, jika EBIT berubah (naik/turun)
sebesar n%, maka EPS akan berubah searah sebesar
2.6 Combined Leverage
Leverage kombinasi
terjadi apabila perusahaan memiliki baik operating leverage maupun financial
leverage dalam usahanya untuk meningkatkan keuntungan bagi pemegang saham
biasa. Degree combined leverage adalah multiplier atas perubahan laba per
lembar saham (EPS) karena perubahan penjualan. Dengan kata lain degree of
combined leverage adalah rasio antara persentase perubahan EPS dengan
persentase perubahan penjualan.
% Perubahan EPS
DCL pada X =
%
Perubahan Penjualan
Yang dapat diformulasikan menjadi :
∆
EPS
EPS
DCL pada X =
∆
Penjualan
Penjualan
ATAU DCL = DOL x DFL
Setelah menghitung
nilai DCL, selanjutnya menganalisis hasil dari perhitungan DCL. DCL dapat diartikan,
jika volume penjualan berubah (naik/turun) sebesar m%, maka EPS akan berubah
searah sebesar m% x DCL. Jadi DCL menunjukkan tingkat sensitivitas volume
penjualan terhadap EPS.
Seperti halnya degree
of operating leverage dan degree of financial leverage, maka degree of combined
leverage juga mengukur resiko perusahaan secara keseluruhan, baik risiko bisnis
maupun risiko financial. Bagi investor yang ingin menanamkan dananya dalam hubungannya untuk menentukan tingkat
keuntungan yang diminta.
Apabila DCL tinggi
berarti resiko perusahaan secara keseluruhan juga tinggi maka investor juga
akan tingkat keuntungan yang tinggi pula. Dengan kata lain perusahaan yang
menggunakan excessive leverage akan menanggung beban tetap yang lebih tinggi
pula kemudian beban tetap yang lebih tinggi ini cenderung akan offset
keuntungan karean penggunaan leverage, dan akhirnya penggunaan leverage yang
excessive akan menyebabkan harga pasar saham menurun yang berarti nilai
perusahaan juga kemakmuran pemegang saham menurun.
Contoh Soal :
The Corciva Inc. mempunyai data penjualan payung
sebagai berikut :
-
Harga jual payung $50/unit.
-
Harga variabel sebesar 10% dari harga jual dan biaya
tetap sebesar $3000.
Hitunglah :
a. Jika pada tahun
2004 terjual 1000 unit payung, berapakah DOL ?
b. Jika interest
yang harus dibayar sebesar $5000, berapakah DFL ?
c. Berapakah DCL
perusahaan ?
Jawab :
a. DOL =
CM = 1.000($50-$5)
= 45.000 =
1,07
EBIT
1.000(45)-3000 45.000-3.000
Artinya : perubahan te rhadap
1% penjualan akan mempengaruhi perubahan sebesar 1,07% pada operating income.
b. DFL =
EBIT = 42.000 = 1,14
EBIT – INTEREST 42.000 – 5.000
Artinya : perubahan 1% pada EBIT mempengaruhi
perubahan EPS sebesar 1,14%.
c. DCL = DOL x DFL
= 1,07 x 1,14 = 1,22
Artinya : setiap perubahan 1% penjualan akan
mempengaruhi perubahan pada EPS sebesar 1,22%.
d. Jika
ditargetkan penjualan naik 10% pada satu tahun mendatang, maka diperkirakan
EBIT perusahaan naik sebesar 10,7% (1,07 x 10%) dan EPSnya diperkirakan naik
sebesar 12,2% (1,22 x 10%, atau 1,14 x 10,7%)
2.7 Metode Analisis
Metode analisis untuk menghitung finansial leverage
pada PT. SEPATU BATA penulis menggunakan metode Degree Finansial Leverage
(DFL). Degree Finansial Leverage (DFL) seperti telah di jelaskan sebelumnya
adalah perubahan laba perlembar saham (EPS) karena perubahan laba sebelum bunga
dan pajak (EBIT). Atau rasio antara presentase perubahan EPS dibanding
dengan presentase perubahan EBIT.
Yang dapat diformulasikan menjadi :
Dimana DEPS adalah
perubahan EPS sedangkan DEBIT adalah
perubahan EBIT. Karena DFL berbeda untuk setiap EBIT maka perlu diberikan
tingkat EBIT tertentu dalam mengukur finansial leverage persamaan diatas dapat
disederhanakan menjadi :
Apabila tidak ada deviden saham preferen dan I merupakan
pembayaran bunga hutang maka persamaan DFL menjadi :
Hasil
Analisis
Dibawah ini disajikan data
hasil pengolahan yang berupa laporan keuangan rugi/laba PT. SEPATU BATA (tahun
1999-2000) dimulai dari EBIT hingga EPS. Kemudian berdasarkan data tersebut
menghitung DFL.
PT SEPATU BATA
LAPORAN LABA RUGI UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR PADA 31
DESEMBER 1999 DAN 2000
(Dalam ribuan rupiah, kecuali data persaham)
Keterangan
|
1999
|
2000
|
Perubahan
|
%
|
Laba
usaha (EBIT)
|
13.125.367
|
8.868.784
|
4.256.583
|
32.4
|
Pendapatan
(Beban) lain-lain :
|
|
|
|
|
Pendapatan
bunga
|
125.406
|
101.522
|
|
|
Beban
bunga
|
(4.834.580)
|
(6.116.889)
|
|
|
Laba (rugi) selisih kurs bersih
|
(5.920)
|
23.575
|
|
|
Laba
penjualan aktiva tetap
|
38.153
|
41.416
|
|
|
Jumlah pendapatan (beban) lain-lain
|
(4.676.887)
|
(5.950.376)
|
|
|
Laba
sebelum pajak penghasilan
|
8.448.480
|
2.918.408
|
|
|
Pajak
penghasilan :
|
|
|
|
|
Tahun
berjalan
|
3.586.657
|
2.697.210
|
|
|
Yang
ditangguhkan
|
(305.185)
|
(987.981)
|
|
|
Laba
bersih (EAT)
|
3.281.472
5.167.008
|
1.709.229
1.209.179
|
|
|
Laba
usaha perlembar saham
|
1.101
|
682
|
|
|
Laba
bersih perlembar saham
|
397
|
93
|
304
|
76.6
|
Pada tahun 2000 terjadi penurunan jumlah EBIT yang sebelumnya sebesar
Rp. 13.125.367 (tahun 1999) menjadi Rp. 8.868.784 (tahun 2000), dan juga
terjadi perubahan jumlah EPS yang sebelumnya sebesar Rp. 397 perlembar saham
(tahun 1999) menjadi Rp. 93 perlembar saham (tahun 2000). Sehingga Degree
Finansial Leverage (DFL) dapat dihitung sebagai berikut :
=
2,36 x
atau pada tahun 2000
terjadi penurunan jumlah EBIT sebesar 32,4% menyebabkan menurunnya jumlah EPS
sebesar 76,6%
= 2,36 x
2.8 Penggunaan Analisis Break Even Point
a. “Indifference Point” antara Hutang dengan
Saham Biasa
Pembedaan
tingkat EBIT akan mempunyai “income
effect” yang berbeda terhadap EPS pada berbagai perimbangan pembelanjaan
atau “financing mix”. Pada suatu
tingkat EBIT tertentu, suatu peimbangan pembelanjaan Hutang - Saham Biasa 40 – 60 (atau leverage factor 40%) mempunyai “income effect” yang paling besar
terhadap EPS dibandingkan dengan perimbangan yang lain, misalkan 15 – 85 (LF 15%). Apabila tingkat EBIT turun
misalkan, maka mungkin perimbangan yang lain yang mempunyai efek paling
menguntungkan terhadap EPS. Untuk dapat mengetahui perimbangan pembelanjaan
yang mana yang mempunya “income effect”
yang terbesar terhadap EPS pada setiap tingkat EBIT, maka perlulah ditentukan
lebih dahulu “indifference point”
antara berbagai perimbangan pembelanjaan tersebut.
Analisis
“indifference point” ini sering pula
disebut “analisis EBIT – EPS”. Gambaran mengenai efek dari financial leverage terhadap pendapatan per lembar saham (EPS)
nampak pada tabel di bawah ini:
Efek
dari berbagai perimbangan pembelanjaan terhadap EPS.
|
Alternatif I
Hutang 40 %
Saham Biasa
60%
|
Alternatif
II
Hutang 15 %
Saham Biasa
85%
|
Alternatif
III Hutang 0 %
Saham Biasa
100%
|
Jumlah dana yang
diperlukan
|
Rp 2.000.000,00
|
Rp 2.000.000,00
|
Rp 2.000.000,00
|
Dipenuhi dengan:
|
|
|
|
1) Saham Biasa
Lembar
saham
(Rp
100,00 /lembar)
2) 5% Obligasi
|
Rp 1.200.000,00
12.000 lembar
Rp 800.000,00
|
Rp 1.700.000,00
17.000 lembar
Rp 300.000,00
|
Rp 2.000.000,00
20.000 lembar
Rp 0,00
|
EBIT = Rp 60.000,00
|
|
|
|
EBIT
|
Rp 60.000,00
|
Rp 60.000,00
|
Rp 60.000,00
|
Bunga Obligasi (5%)
|
Rp 40.000,00
|
Rp 15.000,00
|
Rp 0,00
|
Keuntungan Sebelum
Pajak (EBT)
|
Rp 20.000,00
|
Rp 45.000,00
|
Rp 60.000,00
|
Pajak Penghasilan
(50%)
|
Rp 10.000,00
|
Rp 22.500,00
|
Rp 30.000,00
|
Keuntungan Netto
sesudah Pajak (EAT)
|
Rp 10.000,00
|
Rp 22.500,00
|
Rp 30.000,00
|
Pedapatan per lembar
saham (EPS) =
EAT T
Jml lembar saham
biasa
|
Rp 0,83
|
Rp 1,32
|
Rp 1,50
|
|
Alternatif I
Hutang 40 %
Saham Biasa
60%
|
Alternatif
II
Hutang 15 %
Saham Biasa
85%
|
Alternatif
III Hutang 0 %
Saham Biasa
100%
|
EBIT = Rp 120.000,00
|
|
|
|
EBIT
|
Rp 120.000,00
|
Rp 120.000,00
|
Rp 120.000,00
|
Bunga Obligasi (5%)
|
Rp 40.000,00
|
Rp 15.000,00
|
Rp 0,00
|
Keuntungan Sebelum
Pajak (EBT)
|
Rp 80.000,00
|
Rp 105.000,00
|
Rp 120.000,00
|
Pajak Penghasilan
(50%)
|
Rp 40.000,00
|
Rp 52.500,00
|
Rp 60.000,00
|
Keuntungan Netto sesudah
Pajak (EAT)
|
Rp 40.000,00
|
Rp 52.500,00
|
Rp 60.000,00
|
Pedapatan per lembar
saham (EPS) =
EAT T
Jml lembar saham
biasa
|
Rp 3,33
|
Rp 3,09
|
Rp 3,0
|
EBIT = Rp 100.000,00
|
|
|
|
EBIT
|
Rp 100.000,00
|
Rp 100.000,00
|
Rp 100.000,00
|
Bunga Obligasi (5%)
|
Rp 40.000,00
|
Rp 15.000,00
|
Rp 0,00
|
Keuntungan Sebelum
Pajak (EBT)
|
Rp 60.000,00
|
Rp 85.000,00
|
Rp 100.000,00
|
Pajak Penghasilan
(50%)
|
Rp 30.000,00
|
Rp 42.500,00
|
Rp 50.000,00
|
Keuntungan Netto
sesudah Pajak (EAT)
|
Rp 30.000,00
|
Rp 42.500,00
|
Rp 50.000,00
|
Pedapatan per lembar
saham (EPS) =
EAT T
Jml lembar saham
biasa
|
Rp 2,50
|
Rp 2,50
|
Rp 2,50
|
Sumber: Munawir, Analisis Laporan Keuangan
Dari tabel di atas tampak bahwa pada tingkat EBIT Rp 60.000,00
alternatif yang mempunyai efek pendapatan yang paling besar terhadap EPS adalah
alternatif III dimana EPS-nya adalah Rp 1,50, sedangkan alternatif I dan II
masing-masing sebesar Rp 0,83 dan Rp 1,32.
Selanjutnya pada tingkat EBIT Rp 120.000,00 keadaannya berubah, bukan
lagi alternatif iii yang paling besar ”income
effect”nya terhadap EPS, melainkan alternatif I yang paling baik dimana EPS
nya ebesar Rp 3,33 sedagkan alternatif II dan III masing-masing sebesar Rp 3,09
dan Rp 3,0. Tingkat EBIT Rp 100.000,0 ternyata merupakan ”indifference point” dari Hutang - Saham Biasa, dimana pada tingkat
EBIT tersebut EPS pada berbagai alternatif adalah sama yaitu Rp 2,50.
Apabila sebelumnya perusahaan tersebut belum mempunyai obligasi, maka
besarnya ”indifference point”
tersebut dapat dihitung secara langsung dengan menggunakan rumus aljabar sbb.:
Saham Biasa versus
Obligasi :
|
x (1-t)
|
=
|
(x-c) (1-t)
|
S1
|
S2
|
Keterangan:
X
|
=
|
EBIT pada indifference point.
|
C
|
=
|
Jumlah bunga obligasi
dinyatakan dalam rupiah.
|
t
|
=
|
Tingkat pajak
perseroan.
|
S1
|
=
|
Jumlah lembar saham
biasa yang beredar kalau menjual saham biasa.
|
S2
|
=
|
Jumlah lembar saham
biasa yang beredar kalau menjual saham biasa dan obligasi secara
bersama-sama.
|
Berdasarkan rumus
tersebut, indifference point dari
contoh di atas dengan mengambil alternatif I dan III dapat dihitung sbb.:
Saham Biasa versus
Obligasi :
|
0,5 x
|
=
|
0,5 (x - 40.000)
|
|
20.000
|
12.000
|
|||
|
0,5 x (12.000) =
20.000 (0,5 x - 20.000)
6.000 x =
10.000 x – 400.000.000
4.000 x =
400.000.000
x =
100.000
x = Rp
100.000,00
|
Apabila diambil
alternatif II dan III, hasilnya pun akan sama, yaitu:
Saham Biasa versus
Obligasi :
|
0,5 x
|
=
|
0,5 (x - 15.000)
|
|
20.000
|
17.000
|
|||
|
0,5 x (17.000) =
20.000 (0,5 x - 7.500)
8.500 x =
10.000 x – 150.000.000
1.500 x =
150.000.000
x =
100.000
x = Rp
100.000,00
|
Gambar ”indifference point” dari berbagai
alternatif pembelanjaan tersebut nampak pada gambar di bawah ini:
Apabila suatu perusahaan sebelumnya sudah mempunyai
obligasi dan akan mengeluarkan obligasi baru, maka rumus perhitungan ”indifference point” di depan perlu
diadakan penyesuaian menjadi:
Saham Biasa versus
Obligasi :
|
(x-C1) (1-t)
|
=
|
(x-C2) (1-t)
|
S1
|
S2
|
Keterangan:
X
|
=
|
EBIT pada indifference point.
|
C1
|
=
|
Jumlah bunga dalam
rupiah yang dibayarkan dari jumlah pinjaman yang telah ada.
|
C2
|
=
|
Jumlah bunga dalam
rupiah yang dibayarkan baik untuk pinjaman yang telah ada (yang lama) maupun
pinjaman baru.
|
T
|
=
|
Tingkat pajak
perseroan.
|
S1
|
=
|
Jumlah lembar saham
biasa yang beredar kalau menjual saham biasa.
|
S2
|
=
|
Jumlah lembar saham
biasa yang beredar kalau menjual saham biasa dan obligasi secara
bersama-sama.
|
Contoh:
Suatu perusahaan
mempunyai modal sebesar Rp 1.000.000,00 yang terdiri dari saham biasa sebesar
Rp 800.000,00 (800 lembar) dan 4% Obligasi sebesar Rp 200.000,00. Perusahaan
merencanakan mengadakan perluasan usaha dan untuk itu diperlukan tambahan dana
sebesar Rp 200.000,00. Tambahan dana itu akan dapat dipenuhi dengan emisi saham
baru atau dengan mengeluarkan obligasi baru dengan bunga 6 % per tahun. Tax
rate = 50%.
Berdasarkan rumus di
atas maka besarnya indifference point dapat dihitung sbb.:
C1
|
=
|
Jumlah bunga dari
pinjaman yang telah ada.
4% x Rp
200.000,00 = Rp 8.000,00
|
C2
|
=
|
Jumlah bunga untuk
pinjaman lama dan pinjaman baru.
(4% x Rp 200.000,00)
+ (6% x Rp 200.000,00)
pinjaman lama pinjaman baru
kalau tambahan dana
sebesar Rp 20.000,00 sepenuhnya dipenuhi dengan obligasi baru
|
S1
|
=
|
Jumlah lembar saham
biasa yang beredar kalau tambahan dana sepenuhnya dipenuhi dengan saham
biasa.
a) lembar saham biasa
yang telah ada = 800 lembar
b) lembar saham
baru
= 200 lembar +
Jumlah =
1.000 lembar
|
S2
|
=
|
Jumlah lembar saham
biasa yang beredar kalau tambahan dana sepenuhnya dipenuhi dengan menjual
obligasi baru yaitu sebanyak 800 lembar.
|
Indifference pointnya dapat dicari
sebagai berikut:
Saham Biasa versus
Obligasi :
|
(x – 8.000) (0,5)
|
=
|
(x – 8.000 – 12.000)
(0,5)
|
|
1.000
|
800
|
|||
|
|
|
|
|
0,5 x – 4.000
|
=
|
0,5x – 10.000
|
||
1.000
|
800
|
|||
|
0,5 x - 4.000
(800) = (0,5 x - 10.000) (1.000)
400 x –
3.200.000 = 500 x – 10.000.000
100 x =
6.800.000
x =
68.000
x = Rp
68.000,00
|
|||