Jumat, 29 Juni 2012

ANALISIS LEVERAGE DAN BEP



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

            Dalam pendekatanan manajerial, aktivitas pengelolaan keuangan perusahaan terkategori ke dalam tiga aspek, yaitu aspek pendanaan, aspek investasi, dan aspek operasional. Aspek pendanaan (financing) meliputi pengelolaan sumbersumber dana dan upaya-upaya perusahaan untuk mendapatkan dana yang berasal dari sumbersumber dana tersebut.
            Perusahaan dapat memperoleh dana dari sumber modal sendiri melalui penerbitan saham atau penahanan sebagian keuntungan perusahaan dalam bentuk laba ditahan (retained earning) sebagai alternatif sumber dana internal. Perusahaan dapat pula mencari dana yang berasal dari sumber modal asing melalui permohonan kredit kepada bank, menerbitkan obligasi, atau meminjam kepada kreditor lainnya.
            Sebagaikonsekuensinya,perusahaan terkena kewajiban membayar kompensasi kepada pada para penyedia dana dalam bentuk return. Return yang diberikan oleh perusahaan kepada para pemegang saham berupa dividend atau pembagian keuntungan perusahaan dan berupa capital gain atau pertumbuhan positif harga saham yang merefleksi nilai perusahaan.
            Adapun kepada para kreditur dan pemegang obligasi, perusahaan berkewajiban membayar kompensasi dalam bentuk bunga atau kupon obligasi pada tingkat persentase tertentu atas total pinjaman sesuai dengan kesepakatan antara perusahaan dan pihak kreditur. Besarnya proporsi modal asing atas total modal perusahaan disebut sebagai tingkat leverage factor.
1.2  Rumusan Masalah
  1. Definisi Financial Leverage dan Operasional Leverage
  2. Pengertian Analisa Break Even Point
  3. Degree  of Operating Leverage
  4. Degree  of Financial Leverage
  5. Degree of Total Leverage
  6. Penggunaan analisis Break Even Point
  7. Penentuan Degree of Operating Leverage, Degree of  Financial Leverage, Degree of  Total Leverage
1.3  Tujuan penulisan
  1. Memenuhi salah satu tugas mata kuliah Manajemen Keuangan 2
  2. Memberikan Informasi kepada pembaca mengenai Analisis Leverage dan Break Even Point
  3. Mengetahui cara perhitungan tentang Financial Leverage, Operasional Leverage dan Break Even Point
  4. Memahami penentuan Degree of Operating Leverage, Degree of  Financial Leverage, Degree of  Total Leverage dan penggunaan Break Even Point












BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Financial Leverage dan Operasional Leverage
            Leverage menunjuk pada hutang yang dimiliki perusahaan. Dalam arti harafiah, leverage berarti pengungkit/tuas. Sumber dana perusahaan dapat dibedakan menjadi dua yaitu sumber dana intern dan sumber dana ekstern. Sumber dana intern berasal dari laba yang ditahan, pemilik perusahaan yang tercermin pada lembar saham atau prosentasi kepemilikan yang tertuang dalam neraca. Sementara sumber dana ekstern merupakan sumber dana perusahaan yang berasal dari luar perusahaan, misalnya hutang. Kedua sumber dana ini tertuang dalam neraca pada sisi kewajiban.
Leverage juga dapat diartikan sebagai penggunaan aktiva atau dana dimana untuk penggunaan tersebut perusahaan harus menutup biaya tetap atau membayar beban tetap. Kalau pada “operating leverage” penggunaan aktiva dengan biaya tetap adalah dengan harapan bahwa revenue yang dihasilkan oleh penggunaan aktiva itu akan cukup untuk menutup biaya tetap dan biaya variabel, maka pada “financial leverage” penggunaan dana dengan beban tetap itu adalah dengan harapan untuk memperbesar pendapatan per lebar saham biasa. (EPS = Earning Per Share).
Masalah financial leverage baru timbul setelah perusahaan meggunakan dana dengan beban tetap, seperti halnya masalah operating leverage baru timbul setelah perusahaan dalam operasinya mempunyai biaya tetap. Perusahaan yang menggunakan dana dengan beban tetap dikatakan menghasilkan leverage yang menguntungkan (favorable financial leverage) atau efek yang positif kalau pendapatan yang diterima dari penggunaan dana tersebut lebih besar daripada beban tetap dari penggunaan dana itu. Kalau perusahaan dalam menggunakan dana dengan beban tetap itu menghasilkan efek yang menguntungkan dana bagi pemegang saham biasa (pemilik modal sendiri) yaitu dalam bentuknya memperbesar EPS-nya, dikatakan perusahaan itu menjalankan “trading on the eqity”
Dengan demikian “trading on the equity” dapat didefinisikan sebagai penggunaan dana yang disertai dengan beban tetap dimana dalam penggunaannya dapat menghasilkan pendapatan yang lebih besar daripada beban tetap tersebut. Financial leverage itu merugikan (unfavorable leverage) kalau perusahaan tidak dapat memperoleh pendapatan dari penggunaan dana tersebut sebanyak beban tetap yang harus dibayar. Salah satu tujuan dalam pemilihan berbagai alternative metode pembelanjaan adalah untuk memperbesar pendapatan bagi pemilik modal sendiri atau pemegang saham biasa.
Kebutuhan dana suatu perusahaan dapat sepenuhnya dipenuhi dengan saham biasa, atau sebagian dengan saham biasa dan sebagian lain dengan saham preferen atau obligasi, dimana dua sumber dana yang terakhir adalah disertai dengan beban tetap (dividen saham preferen dan bunga).
Untuk menentukan “income effect” dari berbagai pembayaran (mix) atau berbagai alternafif metode pembelanjaan terhadap pendapatan pemegang saham biasa (pemilik modal sendiri) perlulah diketahui tingkat EBIT (Earning Before Interest & Tax) yang dapat menghasilkan EPS (Earning Per Share) yang sama besarnya antara berbagai pertimbangan atau alternative pemenuhan dana tersebut.
Tingkat EBIT yang dapat menghasilkan EPS yang sama besarnya pada berbagai perimbangan pembelanjaan (financing mix) dinamakan “Indifference Point” atau “Break-event point” (dalam financial leverage).

2.2 Pengertian Analisa Break Even Point
Banyak perencanaan kegiatan dalam perusahaan yang didasarkan atas perkiraan tingkat output. Pemahaman hubungan antara skala perusahaan, biaya operasi dan EBIT pada berbagai tingkat output disebut analisis volume biaya laba atau cost profit volume analisis yang sering disebut juga dengan break event analysis atau analisis break event. Suatu perusahaan mencapai kondisi keuangan yang break even ketika hasil penjualannya sama dengan biaya operasinya.

2.3 Analisis Leverage Operasi dan Leverage Keuangan
Konsep operating dan financial Leverage sangat bermanfaat untuk analisis, perencanaan dan pengendalian keuangan. Dalam manajemen keuangan, Leverage adalah penggunaan assets dan sumber dana (sources of founds) oleh perusahaan yang memiliki biaya tetap (beban tetap) dengan maksud agar meningkatkan keuntungan potensial pemegang saham. Jika semua biaya bersifat variabel, maka akan memberikan kepastian bagi perusahaan dalam menghasilkan laba. Tapi karena sebagai biaya perusahaan bersifat biaya tetap, maka untuk menghasilkan laba diperlukan tingkat penjualan minimum tertentu.
Biaya tetap adalah biaya yang tidak terkait dengan operasi perusahaan, sehingga tidak ada kaitannya dengan penjualan perusahaan. Karena biaya tetap tidak terkait dengan penjulan perusahaan, maka biaya ini menjadi risiko yang hasus ditanggung oleh perusahaan. Biaya tetap perusahaan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1.    Biaya tetap operasi
Adalah biaya tetap dari aktivitas operasional perusahaan. Risiko yang ditimbulkan dari biaya ini disebut risiko operasional. Biaya ini seperti biaya sewa gudang, biaya tenaga kerja bagian administrasi, dan lain-lain.
2.    Biaya tetap keuangan
Adalah biaya tetap karena perusahaan menggunakan hutang sebagai sumber pendanaan perusahaan. Risiko yang ditimbulkan dari biaya ini disebut risiko keuangan. Biaya ini berupa biaya bunga.
3.    Biaya tetap total
Adalah penjumlahan dari biaya tetap operasi dan keuangan. Risiko yang ditimblkan dari biaya ini disebut risiko bisnis atau perusahaan.

Perusahaan menggunakan operating dan financial leverage dengan tujuan agar keuntungan yang diperoleh lebih besar daripada biaya assets dan sumber dananya, dengan demikian akan meningkatkan keuangan pemegang saham. Sebaliknya leverage juga menigkatkan variabilitas (risko) keuntungan, karena jika perusahaan ternyata mendapatkan keuntungan yang lebih rendah dari biaya tetapnya maka penggunaan leverage akan menurunkan keuntungan pemegang saham.


LEVERAGE DAN LAPORAN RUGI LABA
PT ASDB
Laporan Rugi Laba
1 Januari – 31 Desember 1989
( dalam Rp 000,- )
 












A.    BIAYA TETAP DAN VARIABEL
Biaya variable adalah biaya yang dalam jangka pendek berubah karena perubahan operasi persuahaan. Biaya variable tersebut meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya pemasaran langsung.
Biaya tetap adalah biaya yang dalam jangka pendek tidak berubah karena variabilitas operasi (tingkat output yang dihasilkan) maupun penjualan. Biaya-biaya tersebut meliputi depresiasi bangunan kantor dan pabrik, kendaraan, peralatan kantor, asuransi kecelakaan, kesehatan dan gaji manajer.
Biaya semivariabel adalah biaya yang menigkat secara bertahap dengan kenaikan output. Contohnya adalah gaji manajer



Biaya                                                                                   va

                                       VC     

                                                                                                                           FC
                                                                                                                           AFC
                 Output                                                             Output
(a)    Variabel                                                                  (b) Tetap
           Biaya

                                                                                       SVC                                       


 

Output
                                           ( c ) Semivariabel
Dengan adanya biaya tetap pada struktur biaya perusahaan, maka untuk mencapai tingkat keuntungan tertentu, perusahaan harus mampu menghasilkan penjualan inimum tertentu. Jika sebua biaya perusahaan bersifat variable, maka tidak ada risiko bagi perusahaan. Biaya tetap itu dapat diklasivikasikan menjadi:
1.      Biaya tetap operasi
2.      Biaya tetap keuangan
3.      Biaya tetap total
Biaya tetap operasi menimbulkan risiko operasi bagi perusahaan. Biaya ini timbul dari kegiatan operasi keuangan. Biaya tetap keuangan menimbulkan risiko keuangan. Biaya ini timbul karena penggunaan hutang sebagai sumber dana perusahaan. Biata tetap total adalah penjumlahan dari biaya tetap operasi dengan biaya tetap keuangan.
Seluruh biaya tetap itu menimbulkan risiko bagi perusahaan. Risiko yang ditimbulkan oleh biaya tetap operasi disebut risiko operasi. Tingkat risiko tersebut secara kuantitaif dapat diukur dengan leverage operasi. Risiko yang ditimbulkan dari biaya tetap keuangan disebut risiko keuangan. Tingkat risiko tersebut secara kuantitatif dapat diukur dengan leverage keuangan. Secara keseluruhan risiko operasi dan risiko keuangan disebut risiko bisnis atau risiko perusahaan. Tingkat risiko tersebut secara kuantitatif dapat diukur dengan leverage total.

2.4 Operating Leverage
Apabila perusahaan memiliki biaya operasi tetap atau biaya modal tetap, maka dikatakan perusahaan menggunakan leverage. Dengan menggunakan operating leverage, perusahaan mengharapkan bahwa perubahan penjualan akan mengakibatkan perubahan laba sebelum bunga dan pajak yang lebih besar. Multiplier effect hasil penggunaan biaya operasi tetap terhadap laba sebelum bunga dan pajak disebut dengan degree of operating leverage atau disingkat menjadi DOL.
Sementara itu perusahaan yang menggunakan sumber dana dengan beban tetap dikatakan bahwa perusahaan mempunyai financial leverage. Penggunaan financial leverage ini dengan harapan agar terjadi perubahan laba per lembar saham (EPS) yang lebih besar daripada perubahan laba sebelum bungan dan pajak (EBIT). Multiplier effect yang dihasilkan karena penggunaan dana denga biaya tetap ini disebut dengan  degree of financial leverage (DFL).



DOL PADA X =         % PERUBAHAN EBIT       
                            % PERUBAHAN PENJUALAN


 
 




        
  Atau

    EBIT
        EBIT                                
           DOL pada X    =
   Penjualan


 

    Penjualan

Atau:


                                        (P-V) Q
                DOL =
                              (P-V) Q - F
Setelah menghitung nilai DOL, selanjutnya menganalisis hasil dari perhitungan DOL. DOL dapat diartikan, jika volume penjualan berubah (naik/turun) sebesar m%, maka EBIT akan berubah searan sebesar m% x DOL. Jadi DOL menunjukkan tingkat sensitivitas volume penjualan terhadap laba operasinya.

2.5  Financial Leverage

Financial leverage adalah penggunaan sumber dana yang memiliki beban tetap dengan harapan bahwa akan memberikan tambahan keuntungan yang lebih besar daripada beban tetapnya sehingga akan meningkat keuntungan yang tersedia bagi pemegang saham. Financial leverage dengan demikian menunjukan perubahan lab per lembar saham (earning per share atau EPS) sebagai akibat perubahan EBIT.
                                                      % Perubahan EPS
              DFL pada X  =
                                                      % Perubahan EBIT          

Yang dapat diformulasikan menjadi :

   EPS


 

             EPS
              DFL pada X  =
     EBIT


 

EBIT

         Atau:

                                                (P-V) Q - F
                                   DFL =
                                                (P-V) Q – F – I
            Setelah menghitung nilai DFL, selanjutnya menganalisis hasil dari perhitungan DFL. DFL dapat diartikan, jika EBIT berubah (naik/turun) sebesar n%, maka EPS akan berubah searah sebesar

2.6  Combined Leverage
Leverage kombinasi terjadi apabila perusahaan memiliki baik operating leverage maupun financial leverage dalam usahanya untuk meningkatkan keuntungan bagi pemegang saham biasa. Degree combined leverage adalah multiplier atas perubahan laba per lembar saham (EPS) karena perubahan penjualan. Dengan kata lain degree of combined leverage adalah rasio antara persentase perubahan EPS dengan persentase perubahan penjualan.

                                % Perubahan EPS
                DCL pada X           =
                                                      % Perubahan Penjualan    

Yang dapat diformulasikan menjadi :
   EPS
               EPS
                DCL pada X       =                                                                           
    Penjualan


 

               Penjualan

            ATAU                 DCL = DOL x DFL

Setelah menghitung nilai DCL, selanjutnya menganalisis hasil dari perhitungan DCL. DCL dapat diartikan, jika volume penjualan berubah (naik/turun) sebesar m%, maka EPS akan berubah searah sebesar m% x DCL. Jadi DCL menunjukkan tingkat sensitivitas volume penjualan terhadap EPS.
Seperti halnya degree of operating leverage dan degree of financial leverage, maka degree of combined leverage juga mengukur resiko perusahaan secara keseluruhan, baik risiko bisnis maupun risiko financial. Bagi investor yang ingin menanamkan dananya   dalam hubungannya untuk menentukan tingkat keuntungan yang diminta.
Apabila DCL tinggi berarti resiko perusahaan secara keseluruhan juga tinggi maka investor juga akan tingkat keuntungan yang tinggi pula. Dengan kata lain perusahaan yang menggunakan excessive leverage akan menanggung beban tetap yang lebih tinggi pula kemudian beban tetap yang lebih tinggi ini cenderung akan offset keuntungan karean penggunaan leverage, dan akhirnya penggunaan leverage yang excessive akan menyebabkan harga pasar saham menurun yang berarti nilai perusahaan juga kemakmuran pemegang saham menurun.

Contoh Soal :
The Corciva Inc. mempunyai data penjualan payung sebagai berikut :
-          Harga jual payung $50/unit.
-          Harga variabel sebesar 10% dari harga jual dan biaya tetap sebesar $3000.
Hitunglah :
a.       Jika pada tahun 2004 terjual 1000 unit payung, berapakah DOL ?
b.      Jika interest yang harus dibayar sebesar $5000, berapakah DFL ?
c.       Berapakah DCL perusahaan ?
Jawab :
a.       DOL =   CM  =  1.000($50-$5)  =       45.000     =   1,07
 EBIT            1.000(45)-3000    45.000-3.000                   
      Artinya : perubahan te        rhadap 1% penjualan akan mempengaruhi perubahan sebesar 1,07% pada operating income.  

b.      DFL =           EBIT                =           42.000          = 1,14
 EBIT – INTEREST         42.000 – 5.000
Artinya : perubahan 1% pada EBIT mempengaruhi perubahan EPS sebesar 1,14%.
c.       DCL = DOL x DFL = 1,07 x 1,14 = 1,22
Artinya : setiap perubahan 1% penjualan akan mempengaruhi perubahan pada EPS sebesar 1,22%.
d.      Jika ditargetkan penjualan naik 10% pada satu tahun mendatang, maka diperkirakan EBIT perusahaan naik sebesar 10,7% (1,07 x 10%) dan EPSnya diperkirakan naik sebesar 12,2% (1,22 x 10%, atau 1,14 x 10,7%)

2.7  Metode Analisis
          Metode analisis untuk menghitung finansial leverage pada PT. SEPATU BATA penulis menggunakan metode Degree Finansial Leverage (DFL). Degree Finansial Leverage (DFL) seperti telah di jelaskan sebelumnya adalah perubahan laba perlembar saham (EPS) karena perubahan laba sebelum bunga dan pajak (EBIT). Atau rasio antara presentase perubahan EPS dibanding dengan presentase perubahan EBIT.
                       
            Yang dapat diformulasikan menjadi :
                                  
                    Dimana DEPS adalah perubahan EPS sedangkan DEBIT adalah perubahan EBIT. Karena DFL berbeda untuk setiap EBIT maka perlu diberikan tingkat EBIT tertentu dalam mengukur finansial leverage persamaan diatas dapat disederhanakan menjadi :
                       
                    Apabila tidak ada deviden saham preferen dan I merupakan pembayaran bunga hutang maka persamaan DFL menjadi :
                       

          Hasil Analisis
          Dibawah ini disajikan data hasil pengolahan yang berupa laporan keuangan rugi/laba PT. SEPATU BATA (tahun 1999-2000) dimulai dari EBIT hingga EPS. Kemudian berdasarkan data tersebut menghitung DFL.

PT SEPATU BATA
LAPORAN LABA RUGI UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR PADA 31 DESEMBER 1999 DAN 2000
(Dalam ribuan rupiah, kecuali data persaham)

Keterangan
1999
2000
Perubahan
%
Laba usaha (EBIT)
13.125.367
8.868.784
4.256.583
32.4
Pendapatan (Beban) lain-lain :




Pendapatan bunga
 125.406
    101.522


Beban bunga
(4.834.580)
(6.116.889)


Laba (rugi) selisih kurs bersih
(5.920)
      23.575


Laba penjualan aktiva tetap
38.153
      41.416


Jumlah pendapatan (beban) lain-lain
(4.676.887)
(5.950.376)


Laba sebelum pajak penghasilan
8.448.480
 2.918.408


Pajak penghasilan :




Tahun berjalan
3.586.657
 2.697.210


Yang ditangguhkan
(305.185)
  (987.981)



Laba bersih (EAT)
3.281.472
5.167.008
 1.709.229
 1.209.179


Laba usaha perlembar saham
 1.101
           682


Laba bersih perlembar saham
397
             93
304
76.6

                   Pada tahun 2000 terjadi penurunan jumlah EBIT yang sebelumnya sebesar Rp. 13.125.367 (tahun 1999) menjadi Rp. 8.868.784 (tahun 2000), dan juga terjadi perubahan jumlah EPS yang sebelumnya sebesar Rp. 397 perlembar saham (tahun 1999) menjadi Rp. 93 perlembar saham (tahun 2000). Sehingga Degree Finansial Leverage (DFL) dapat dihitung sebagai berikut :

                         
                                            

                                            

                                             = 2,36 x

          atau pada tahun 2000 terjadi penurunan jumlah EBIT sebesar 32,4% menyebabkan menurunnya jumlah EPS sebesar 76,6%
                                            
                                            
                                                 
                                                   = 2,36 x

2.8  Penggunaan Analisis Break Even Point
a. “Indifference Point” antara Hutang dengan Saham Biasa
Pembedaan tingkat EBIT akan mempunyai “income effect” yang berbeda terhadap EPS pada berbagai perimbangan pembelanjaan atau “financing mix”. Pada suatu tingkat EBIT tertentu, suatu peimbangan pembelanjaan Hutang  - Saham Biasa 40 – 60 (atau leverage factor 40%) mempunyai “income effect” yang paling besar terhadap EPS dibandingkan dengan perimbangan yang lain, misalkan 15 – 85 (LF 15%). Apabila tingkat EBIT turun misalkan, maka mungkin perimbangan yang lain yang mempunyai efek paling menguntungkan terhadap EPS. Untuk dapat mengetahui perimbangan pembelanjaan yang mana yang mempunya “income effect” yang terbesar terhadap EPS pada setiap tingkat EBIT, maka perlulah ditentukan lebih dahulu “indifference point” antara berbagai perimbangan pembelanjaan tersebut.
Analisis “indifference point” ini sering pula disebut “analisis EBIT – EPS”. Gambaran mengenai efek dari financial leverage terhadap pendapatan per lembar saham (EPS) nampak pada tabel di bawah ini:

Efek dari berbagai perimbangan pembelanjaan terhadap EPS.


Alternatif I
Hutang 40 %
Saham Biasa 60%
Alternatif II
Hutang 15 %
Saham Biasa 85%
Alternatif III Hutang 0 %
Saham Biasa 100%
Jumlah dana yang diperlukan


Rp 2.000.000,00

Rp 2.000.000,00

Rp 2.000.000,00
Dipenuhi dengan:



1)      Saham Biasa
Lembar saham
(Rp 100,00 /lembar)
2)      5% Obligasi

Rp 1.200.000,00

12.000 lembar
Rp 800.000,00
Rp 1.700.000,00

17.000 lembar
Rp 300.000,00
Rp 2.000.000,00

20.000 lembar
Rp 0,00
EBIT = Rp 60.000,00



EBIT
Rp 60.000,00
Rp 60.000,00
Rp 60.000,00
Bunga Obligasi (5%)

Rp 40.000,00
Rp 15.000,00
Rp 0,00
Keuntungan Sebelum Pajak (EBT)

Rp 20.000,00

Rp 45.000,00

Rp 60.000,00
Pajak Penghasilan (50%)

Rp 10.000,00
Rp 22.500,00
Rp 30.000,00
Keuntungan Netto sesudah Pajak (EAT)


Rp 10.000,00

Rp 22.500,00

Rp 30.000,00
Pedapatan per lembar saham (EPS) =
               EAT                 T 
Jml lembar saham biasa



Rp 0,83


Rp 1,32


Rp 1,50




Alternatif I
Hutang 40 %
Saham Biasa 60%
Alternatif II
Hutang 15 %
Saham Biasa 85%
Alternatif III Hutang 0 %
Saham Biasa 100%
EBIT = Rp 120.000,00



EBIT
Rp 120.000,00
Rp 120.000,00
Rp 120.000,00
Bunga Obligasi (5%)

Rp 40.000,00
Rp 15.000,00
Rp 0,00
Keuntungan Sebelum Pajak (EBT)

Rp 80.000,00

Rp 105.000,00

Rp 120.000,00
Pajak Penghasilan (50%)

Rp 40.000,00
Rp 52.500,00
Rp 60.000,00
Keuntungan Netto sesudah Pajak (EAT)


Rp 40.000,00

Rp 52.500,00

Rp 60.000,00
Pedapatan per lembar saham (EPS) =
               EAT                 T 
Jml lembar saham biasa



Rp 3,33


Rp 3,09


Rp 3,0
EBIT = Rp 100.000,00



EBIT
Rp 100.000,00
Rp 100.000,00
Rp 100.000,00
Bunga Obligasi (5%)

Rp 40.000,00
Rp 15.000,00
Rp 0,00
Keuntungan Sebelum Pajak (EBT)

Rp 60.000,00

Rp 85.000,00

Rp 100.000,00
Pajak Penghasilan (50%)

Rp 30.000,00
Rp 42.500,00
Rp 50.000,00
Keuntungan Netto sesudah Pajak (EAT)


Rp 30.000,00

Rp 42.500,00

Rp 50.000,00
Pedapatan per lembar saham (EPS) =
               EAT                 T 
Jml lembar saham biasa



Rp 2,50


Rp 2,50


Rp 2,50
Sumber: Munawir, Analisis Laporan Keuangan
Dari tabel di atas tampak bahwa pada tingkat EBIT Rp 60.000,00 alternatif yang mempunyai efek pendapatan yang paling besar terhadap EPS adalah alternatif III dimana EPS-nya adalah Rp 1,50, sedangkan alternatif I dan II masing-masing sebesar Rp 0,83 dan Rp 1,32.
Selanjutnya pada tingkat EBIT Rp 120.000,00 keadaannya berubah, bukan lagi alternatif iii yang paling besar ”income effect”nya terhadap EPS, melainkan alternatif I yang paling baik dimana EPS nya ebesar Rp 3,33 sedagkan alternatif II dan III masing-masing sebesar Rp 3,09 dan Rp 3,0. Tingkat EBIT Rp 100.000,0 ternyata merupakan ”indifference point” dari Hutang - Saham Biasa, dimana pada tingkat EBIT tersebut EPS pada berbagai alternatif adalah sama yaitu Rp 2,50.
Apabila sebelumnya perusahaan tersebut belum mempunyai obligasi, maka besarnya ”indifference point” tersebut dapat dihitung secara langsung dengan menggunakan rumus aljabar sbb.:
Saham Biasa versus Obligasi :
x (1-t)
=
(x-c) (1-t)
S1
S2
Keterangan:
X
=
EBIT pada indifference point.
C
=
Jumlah bunga obligasi dinyatakan dalam rupiah.
t
=
Tingkat pajak perseroan.
S1
=
Jumlah lembar saham biasa yang beredar kalau menjual saham biasa.
S2
=
Jumlah lembar saham biasa yang beredar kalau menjual saham biasa dan obligasi secara bersama-sama.

Berdasarkan rumus tersebut, indifference point dari contoh di atas dengan mengambil alternatif I dan III dapat dihitung sbb.:
Saham Biasa versus Obligasi :
0,5 x
=
0,5 (x - 40.000)

20.000
12.000



0,5 x (12.000)  =  20.000 (0,5 x - 20.000)
6.000 x  =  10.000 x – 400.000.000
4.000 x  =  400.000.000
x  =  100.000
x  =  Rp 100.000,00 

Apabila diambil alternatif II dan III, hasilnya pun akan sama, yaitu:

Saham Biasa versus Obligasi :
0,5 x
=
0,5 (x - 15.000)

20.000
17.000



0,5 x (17.000)  =  20.000 (0,5 x - 7.500)
8.500 x  =  10.000 x – 150.000.000
1.500 x  =  150.000.000
x  =  100.000
x  =  Rp 100.000,00 

Gambar ”indifference point” dari berbagai alternatif pembelanjaan tersebut nampak pada gambar di bawah ini:


Text Box: Pendapatan per lembar saham biasa (EPS)
(dalam rupiah)
 















            Apabila suatu perusahaan sebelumnya sudah mempunyai obligasi dan akan mengeluarkan obligasi baru, maka rumus perhitungan ”indifference point” di depan perlu diadakan penyesuaian menjadi:

Saham Biasa versus Obligasi :
(x-C1) (1-t)
=
(x-C2) (1-t)
S1
S2

Keterangan:
X
=
EBIT pada indifference point.
C1
=
Jumlah bunga dalam rupiah yang dibayarkan dari jumlah pinjaman yang telah ada.
C2
=
Jumlah bunga dalam rupiah yang dibayarkan baik untuk pinjaman yang telah ada (yang lama) maupun pinjaman baru.
T
=
Tingkat pajak perseroan.
S1
=
Jumlah lembar saham biasa yang beredar kalau menjual saham biasa.
S2
=
Jumlah lembar saham biasa yang beredar kalau menjual saham biasa dan obligasi secara bersama-sama.

Contoh:
Suatu perusahaan mempunyai modal sebesar Rp 1.000.000,00 yang terdiri dari saham biasa sebesar Rp 800.000,00 (800 lembar) dan 4% Obligasi sebesar Rp 200.000,00. Perusahaan merencanakan mengadakan perluasan usaha dan untuk itu diperlukan tambahan dana sebesar Rp 200.000,00. Tambahan dana itu akan dapat dipenuhi dengan emisi saham baru atau dengan mengeluarkan obligasi baru dengan bunga 6 % per tahun. Tax rate = 50%.

Berdasarkan rumus di atas maka besarnya  indifference point dapat dihitung sbb.:

C1
=
Jumlah bunga dari pinjaman yang telah ada.
4% x Rp 200.000,00  =  Rp 8.000,00
C2
=
Jumlah bunga untuk pinjaman lama dan pinjaman baru.
(4% x Rp 200.000,00) + (6% x Rp 200.000,00)
       pinjaman lama               pinjaman baru
kalau tambahan dana sebesar Rp 20.000,00 sepenuhnya dipenuhi dengan obligasi baru
S1
=
Jumlah lembar saham biasa yang beredar kalau tambahan dana sepenuhnya dipenuhi dengan saham biasa.
a) lembar saham biasa yang telah ada   =    800 lembar
b) lembar saham baru                               =    200 lembar +
                  Jumlah                                        = 1.000 lembar
S2
=
Jumlah lembar saham biasa yang beredar kalau tambahan dana sepenuhnya dipenuhi dengan menjual obligasi baru yaitu sebanyak 800 lembar.


Indifference pointnya dapat dicari sebagai berikut:

Saham Biasa versus Obligasi :
(x – 8.000) (0,5)
=
(x – 8.000 – 12.000) (0,5)
1.000
800




0,5 x – 4.000
=
0,5x – 10.000
1.000
800


0,5 x - 4.000 (800)  =  (0,5 x - 10.000) (1.000)
400 x – 3.200.000  =  500 x – 10.000.000
100 x  =  6.800.000
x  =  68.000
x  =  Rp 68.000,00